3 Pesan Sang Guru
Bismillaah walhamdu-lillaah. Ashsholaatu wassalaamu 'alaa-Rasulillah wa 'alaa-aaliihi wa ash-haabiihi ajma'iin
Pertama, saya ucapkan selamat karena dengan membaca tulisan di atas (apalagi dengan penghayatan, sadar hati) keberkahan senantiasa melingkupi Anda, aamiin. Kedua, melalui tulisan ini saya mencoba menyambung manfaat dari pesan seorang guru, semoga bisa kita ambil hikmahnya bersama.
***
"Barakallah akhi/ukhti" (Semoga Allah memberkahimu, Saudaraku), ucap seorang kawan kepada temannya dikala mencapai prestasi. Ucapan ini ialah do'a atas limpahan berkah. Bila sesuatu itu berkah, maka dengan jumlahnya yang sedikit akan memberi manfaat-kebahagiaan yang besar. Bahkan (bisa jadi) teramat besar, karena kebaikan yang penuh berkah itu akan menular-menyebar-memicu kebaikan-kebaikan lain, hingga menciptakan nilai amal eksposional (sadar atau tanpa disadari) bagi si inisiator kebaikan. Maka, siapa orang yang tak ingin berkah hidupnya?!
Pesan 1: "Jika ingin berkah hartamu, cintailah kedua orangtuamu"
Sebagian orang menganggap bahwa alangkah baik jika kelebihan harta diberikan kepada mereka yang sedang sulit - kurang mampu, atau berinfaq untuk kemanusiaan juga dakwah. Bagus memang - sangat bagus. Akan tetapi, (mungkin) seringkali terlupakan orang terdekat - benar-benar dekat, yang kita hidup serumah dengannya, Bapak dan Ibu kita. Ironi bukan? jika mereka yang "jauh" mendapat sesuatu dari penghasilan kita namun kedua orang tua yang tinggal bersama kita tidak - bahkan mencium bau nya pun tidak. Kewajiban seorang anak untuk bisa mencintai-membahagiakan kedua orang tua nya, supaya ridho-lah mereka kepada kita, anak yang juga amat dicintainya. Begitu Rasul SAW mengajarkan.
Bahkan, hey kawan! biar saya beri satu rahasia. Pernah menyelam sambil minum air? Pasti belum, dan saya tidak sarankan ya hehe. Memberikan materi kita kepada orang tua, terutama Ibu, ialah tanda cinta kita yang paling efektif, karena mencangkup tiga aspek cinta : ucapan, penghayatan, dan tindakan, dalam sekali raup. Benarkah? Satu, sambil memberikan materi tentu akan ada pesan untuk Ibu/ Bapak mu bukan, "Bu, ini sedikit dari adek, mohon dipakai, dan semoga manfaat ya, Bu". Dua, orang tua mana yang tidak terharu, bahwa anak nya begitu memperhatikannya hingga disisihkan (khusus sebagian) uang sakunya, untuk dirinya, walaupun sekadarnya. "Terima kasih anakku yang sholeh/ah", ucap-do'anya. Tiga, dan ini yang saya tekankan, (berani) beraksi itu tidak mudah kawan. Sekali bisa, maka (sebetulnya) tak perlu Anda berkata, tindakan itu telah "bicara banyak", melebihi kata, puisi, lagu seindah apapun yang dapat dibuat. Ingatlah lagi, ridhonya Allah SWT ada pada ridho kedua orang tua kita.
Pesan 2: "Jika ingin berkah ilmu, cintailah guru-guru mu"
Guru, dosen, ulama, cék gu, sensei, ajarn, teacher, apapun namanya. Merekalah orang yang sabar "mengetuk" kepala dan hati kita, berusaha sekuat tenaga "membukanya" dengan ilmu agama dan pengetahuan. Dengan ilmu, mereka mewarisi apa yang dibawa para Nabi, wawasan rahmatan lil 'aalaamiin. Bermodal pengorbanan dan keikhlasan luar biasa, membuat kita patut mencintai mereka layaknya "orang tua" di madrasah (sekolah, tempat kita belajar). Selaku orang tua, maka termasuklah : ridhonya guru ialah ridhonya Allah SWT atas ilmu yang kita dapatkan.
Tak ayal, jika ingin mudah menyerap ilmu dan menerapkan nya haruslah disertai rasa takzim - penghargaan, kasih dan sayang kepada guru-guru, pembimbing kita. Merasa sulit belajar? ialah pertanda untuk segera introspeksi diri. Apakah sudah cukup kita menghormati guru di kelas? Atau malah (dengan santainya, sadar ataupun tidak) mencela (kekurangan) guru tanpa sepengetahuan beliau? (wah ghibah dong?!), na'uzubillahi min-dzaalik. Tenang, saya yakin Anda tidak begitu. Dari sini, mari kita berbenah untuk terus mencintai guru-guru kita, siapa-dimana-kapanpun itu. Perbanyak kirim do'a juga penghormatan terbaik, ketika bertemu atau belajar. Alhasil, ilmu yang kita peroleh akan lebih berkah-bermanfaat, cepat melekat kuat syekali syikat. Insyaa Allah.
Pesan 3: "Jika ingin berkah hidup bersesama, cintailah masyarakat sekitar mu"
Nah, Anda tahu "sociopreuneur"? Istilah yang tak asing bukan, apalagi Anda yang senang berkegiatan sosial. Ruh mendasar sociopreneur berasal dari rasa cinta-peduli kepada masyarakat. Singkat saja, satu resep menumbuhkan rasa cinta itu ialah dengan "I-K-U-T" (baca: ikut), yaitu menyertai, turut, serta atau melakukan sesuatu sebagaimana dikerjakan orang lain (menurut KBBI) - atau dalam kasus ini masyarakat. Berbaur dengan masyarakat menjadi pertanda konkrit-terbaik bahwa Anda "bagian" dari mereka, pun Anda dapat merasa kan dan belajar menjadi "seorang masyarakat".
Selain itu, sadarkah? amanah yang kita tanggung sebenarnya lebih luas dari yang nampak, kawan. Di luar amanah formal, ada juga amanah "informal" kita sebagai anggota masyarakat. Ada hak mereka atas Anda, saya, dan semua anggotanya, untuk bersama menghidupkan kegiatan dan mendorong segala potensi supaya maju kualitas desa kedepannya. Inilah makna "sholat dan zakat" yang selalu tersanding satu sama lain dalam al-qur'anul-kariim.
Guru saya pernah bilang : Nilai seseorang bukanlah dari seberapa ber-"nilai" orang tersebut (dengan titel, jabatan, harta, keturunan, dsb) tetapi lebih dari bagaimana ia bisa bermanfaat bagi teman, kawan, handai taulan - orang-orang disekitarnya. Manfaat itu lahir dari kecakapannya mengelola harta, ilmu dan hubungan sosial sehingga ke-tidakada-annya menyisakan ruang rindu, rasa kehilangan "suatu bagian" dalam hati-nurani masyarakat.
***
Hidup itu enigma, penuh dengan teka-teki mempermainkan.
Mati itu niscaya, makhluk bernyawa mana yang kekal-abadi menyaingi Sang Khalik, pencipta mati itu sendiri.
Tapi ingatlah, kawan! Manusia terbaik ialah yang paling banyak mempersiapkan mati ketika ia hidup, yang membawa bekal banyak dari banyaknya manfaat yang ia berikan bagi sesama dan alam semesta.
Salam inspirasi, barakallahu fiikum :)
Comments
Post a Comment